1. Dia meninggal sebelum menikah.
2. Dia meninggal setelah ditalak suaminya dan dia belum sempat menikah lagi sampai meninggal.
3. Dia sudah menikah, hanya saja suaminya tidak masuk bersamanya ke dalam surga, wal’iyadzu billah.
4. Dia meninggal setelah menikah baik suaminya menikah lagi
sepeninggalnya maupun tidak (yakni jika dia meninggal terlebih dahulu
sebelum suaminya).
5. Suaminya meninggal terlebih dahulu, kemudian dia tidak menikah lagi sampai meninggal.
6. Suaminya meninggal terlebih dahulu, lalu dia menikah lagi setelahnya.
Berikut penjelasan keadaan mereka masing-masing di dalam surga:
– Perlu diketahui bahwa keadaan laki-laki di dunia, juga sama dengan
keadaan wanita di dunia: Di antara mereka ada yang meninggal sebelum
menikah, di antara mereka ada yang mentalak istrinya kemudian meninggal
dan belum sempat menikah lagi, dan di antara mereka ada yang istrinya
tidak mengikutinya masuk ke dalam surga. Maka, wanita pada keadaan
pertama, kedua, dan ketiga, Allah -’Azza wa Jalla- akan menikahkannya
dengan laki-laki dari anak Adam yang juga masuk ke dalam surga tanpa
mempunyai istri karena tiga keadaan tadi. Yakni laki-laki yang meninggal
sebelum menikah, laki-laki yang berpisah dengan istrinya lalu meninggal
sebelum menikah lagi, dan laki-laki yang masuk surga tapi istrinya
tidak masuk surga.
Ini berdasarkan keumuman sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-
dalam hadits riwayat Muslim no. 2834 dari sahabat Abu Hurairah
-radhiyallahu ‘anhu-:
مَا فِي الْجَنَّةِ أَعْزَبٌ
“Tidak ada seorangpun bujangan dalam surga”.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin -rahimahullah- berkata dalam Al-Fatawa jilid 2
no. 177, “Jawabannya terambil dari keumuman firman Allah -Ta’ala-:
وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ. نُزُلاً مِنْ غَفُوْرٍ رَحِيْمٍ
“Di dalamnya kalian memperoleh apa yang kalian inginkan dan
memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kalian minta. Turun dari Yang
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Fushshilat: 31)
Dan juga dari firman Allah -Ta’ala-:
وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الْأَنْفُسُ وَتَلَذُّ الْأَعْيُنُ وَأَنْتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati
dan sedap (dipandang) mata dan kalian kekal di dalamnya.” (Az-Zukhruf:
71)
Seorang wanita, jika dia termasuk ke dalam penghuni surga akan tetapi
dia belum menikah (di dunia) atau suaminya tidak termasuk ke dalam
penghuhi surga, ketika dia masuk ke dalam surga maka di sana ada
laki-laki penghuni surga yang belum menikah (di dunia). Mereka -maksud
saya adalah laki-laki yang belum menikah (di dunia)-, mereka mempunyai
istri-istri dari kalangan bidadari dan mereka juga mempunyai istri-istri
dari kalangan wanita dunia jika mereka mau. Demikian pula yang kita
katakan perihal wanita jika mereka (masuk ke surga) dalam keadaan tidak
bersuami atau dia sudah bersuami di dunia akan tetapi suaminya tidak
masuk ke dalam surga. Dia (wanita tersebut), jika dia ingin menikah,
maka pasti dia akan mendapatkan apa yang dia inginkan, berdasarkan
keumuman ayat-ayat di atas”.
Dan beliau juga berkata pada no. 178, “Jika dia (wanita tersebut)
belum menikah ketika di dunia, maka Allah -Ta’ala- akan menikahkannya
dengan (laki-laki) yang dia senangi di surga. Maka, kenikmatan di surga,
tidaklah terbatas kepada kaum lelaki, tapi bersifat umum untuk kaum
lelaki dan wanita. Dan di antara kenikmatan-kenikmatan tersebut adalah
pernikahan”.
- Adapun wanita pada keadaan keempat dan kelima, maka dia akan menjadi istri dari suaminya di dunia.
- Adapun wanita yang menikah lagi setelah suaminya pertamanya
meninggal, maka ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama
-seperti Syaikh Ibnu ‘Ustaimin- berpendapat bahwa wanita tersebut akan
dibiarkan memilih suami mana yang dia inginkan.
Ini merupakan pendapat yang cukup kuat, seandainya tidak ada nash
tegas dari Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- yang menyatakan
bahwa seorang wanita itu milik suaminya yang paling terakhir. Beliau
-Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
اَلْمَرْأَةُ لِآخِرِ أَزْوَاجِهَا
“Wanita itu milik suaminya yang paling terakhir”. (HR. Abu Asy-Syaikh
dalam At-Tarikh hal. 270 dari sahabat Abu Darda` dan dishohihkan oleh
Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah: 3/275/1281)
Dan juga berdasarkan ucapan Hudzaifah -radhiyallahu ‘anhu- kepada istri beliau:
إِنْ شِئْتِ أَنْ تَكُوْنِي زَوْجَتِي فِي الْجَنَّةِ فَلاَ تُزَوِّجِي
بَعْدِي. فَإِنَّ الْمَرْأَةَ فِي الْجَنَّةِ لِآخِرِ أَزْوَاجِهَا فِي
الدُّنْيَا. فَلِذَلِكَ حَرَّمَ اللهُ عَلَى أَزْوَاجِ النَّبِيِّ أَنْ
يَنْكِحْنَ بَعْدَهُ لِأَنَّهُنَّ أَزْوَاجُهُ فِي الْجَنَّةِ
“Jika kamu mau menjadi istriku di surga, maka janganlah kamu menikah
lagi sepeninggalku, karena wanita di surga milik suaminya yang paling
terakhir di dunia. Karenanya, Allah mengharamkan para istri Nabi untuk
menikah lagi sepeninggal beliau karena mereka adalah istri-istri beliau
di surga”. (HR. Al-Baihaqi: 7/69/13199 )
Faidah:
Dalam sholat jenazah, kita mendo’akan kepada mayit wanita:
وَأَبْدِلْهَا زَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهَا
“Dan gantilah untuknya suami yang lebih baik dari suaminya (di dunia)”.
Masalahnya, bagaimana jika wanita tersebut meninggal dalam keadaan
belum menikah. Atau kalau dia telah menikah, maka bagaimana mungkin kita
mendo’akannya untuk digantikan suami sementara suaminya di dunia, itu
juga yang akan menjadi suaminya di surga?
Jawabannya adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Ibnu
‘Utsaimin -rahimahullah-. Beliau menyatakan, “Kalau wanita itu belum
menikah, maka yang diinginkan adalah (suami) yang lebih baik daripada
suami yang ditakdirkan untuknya seandainya dia hidup (dan menikah).
Adapun kalau wanita tersebut sudah menikah, maka yang diinginkan dengan
“suami yang lebih baik dari suaminya” adalah lebih baik dalam hal
sifat-sifatnya di dunia (2). Hal ini karena penggantian sesuatu kadang
berupa pergantian dzat, sebagaimana misalnya saya menukar kambing dengan
keledai. Dan terkadang berupa pergantian sifat-sifat, sebagaimana kalau
misalnya saya mengatakan, “Semoga Allah mengganti kekafiran orang ini
dengan keimanan”, dan sebagaimana dalam firman Allah -Ta’ala-:
يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ وَالسَّمَوَاتُ
“(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit.” (Ibrahim: 48)
Bumi (yang kedua) itu juga bumi (yang pertama) akan tetapi yang sudah
diratakan, demikian pula langit (yang kedua) itu juga langit (yang
pertama) akan tetapi langit yang sudah pecah”. Jawaban beliau dinukil
dari risalah Ahwalun Nisa` fil Jannah karya Sulaiman bin Sholih
Al-Khurosy.
___________
(1) Karenanya sebelum berpikir masalah ini, pikirkan dulu bagaimana caranya masuk surga.
(2) Maksudnya, suaminya sama tapi sifatnya menjadi lebih baik dibandingkan ketika di dunia.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar